Finger Print sebagai Alat Pembelajaran
Finger Print
sebagai Alat Pembelajaran
Oleh:
SURNA, M.Pd.
Guru SMPN 9 Sumedang
Semenjak diberlakukannya finger print
sebagai alat absensi, sekolah terasa lebih hidup. Guru-guru betah berlama–lama
berada di sekolah. Setiap hari guru datang ke sekolah sebelum jam pelajaran
dimulai dan pulang setelah jam 14.30, kecuali hari libur tentunya. Jam mengajar
bagi guru hanya sampai jam 13.05. Hal ini dikarenakan untuk memenuhi kewajiban
jam kerja 40 jam per pekan seperti amanat PP 53 thn 2010 tentang disiplin PNS.
Mengapa finger print dapat
mengekang para guru agar tidak pulang sebelum waktunya? Memang selama ini guru
selalu datang sebelum jam 07.00 Atau minimal sebelum mereka mulai mengajar.
Tetapi untuk pulang, apakah mereka
pulang jam 14.30 setiap hari? Ada yang menjawab iya, ada juga yang menjawab
tidak. Begitu sistem absensi dengan menggunakan finger print
diberlakukan, mereka belum mau pulang sebelum menempelkan jempolnya ke alat finger
print di saat jarum jam menunjukkan arah 14.30 lebih.
Dari Finger print kita dapat
mengambil suatu pembelajaran. Pembelajaran apa yang kita dapatkan (learning
learned) dari sistem absensi finger print tersebut? Minimal ada
empat pembelajaran yang kita dapatkan yaitu disiplin, tanggung jawab, jujur dan
inovatif.
Pertama disiplin, di sini jelas
berhubungan masalah manajemen waktu. Guru harus memperhitungkan waktu secara
masak-masak. Guru harus mampu membagi waktunya antara kepentingan pribadi atau
keluarga dan untuk kepentingan pekerjaan. Mereka harus mampu memperkirakan kapan
mereka harus berangkat dari rumah agar sampai ke sekolah tepat waktu. Datang
tepat waktu. Pulang tepat waktu. Mengerjakan pekerjaan sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi merupakan perwujudan dari disiplin.
Kedua tanggung jawab. Salah satu bentuk
tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah melaksanakan pekerjaan (baca mengajar)
sesuai dengan jadwal jam mengajar yang telah ditentukan tepat waktu. Guru yang
mengajar pada jam pertama akan tepat masuk kelas, karena guru sudah berada di
sekolah. Begitu juga bila mengajar pada jam terakhir. Guru tidak akan pulang
lebih awal karena belum sampai pada limit waktu untuk pulang.
Ketiga jujur. Kata pepatah jujur
merupakan mata uang yang berada dimana-mana. Kejujuran harus kita tanamkan
dimanapun dan kapanpun. Apalagi yang bergelut di bidang pendidikan. Menanamkan
sikap jujur dimulai dari niat seseorang dalam melaksanakan pekerjaan. Berkata
dan bertindak sesuai dengan data dan fakta yang ada. Seorang guru tidak akan
berkata bahwa dia datang tepat waktu dan pulang tepat waktu, sementara dia
tidak melakukan absensi finger print. Seseorang tidak bisa menitipkan
absensi. Kecuali dia sendiri yang melakukan scanning jempol di alat finger
print.
Guru yang sudah tertanam jiwa
kejujurannya, tidak akan bermain mata dengan operator. Tidak menitipkan pesan
kepada operator bila tidak masuk kerja sehingga menjadi masuk atau dinas luar. Di
sini data dan fakta yang berbicara.
Keempat inovatif. Apa yang dilakukan
para guru ketika menunggu waktu pulang? Banyak aktifitas yang dilakukan untuk mengisi
waktu luang. Tergantung dari kepentingan para guru tersebut. Ada yang hanya
menghabiskan waktu dengan bersenda gurau, melakukan kegiatan olah raga dan ada
pula yang melakukan pekerjaan berhubungan dengan profesinya. Maka guru inovatiflah yang tidak akan membuang waktu
selama menunggu secara percuma.
Banyak kegiatan yang semestinya dapat
dilakukan dalam rangka memanfaatkan waktu luang. Guru yang kreatif dan inovatif
tidak merasa bosan tatkala menunggu waktu pulang. Ada saja kegiatan yang
dilakukan. Bisa mengoreksi hasil ulangan siswa, menyusun rencana pembelajaran,
membuat media pembelajaran, dan masih banyak kegiatan lainnya. Memang seyogianya
pekerjaan di sekolah tidak dibawa ke rumah. Selesaikan di sekolah saja. Nah,
waktu selama menunggu itulah yang dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikannya. Tentunya
dengan kegiatan yang kreatif dan inovatif.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa finger print bukan alat untuk membuat guru merasa dikekang. Tetapi
membuat guru kembali ke ranah tugas pokok dan fungsinya sebagai pengajar,
pendidik, pembina dan pembimbing para siswa. Guru yang mampu meningkatkan disiplin,
tanggung jawab, jujur dan inovatif, akan menjadi role model dan suri
tauladan bagi siswa-siswanya. Namun finger print bukan alat untuk menakut-nakuti
guru. Apalagi dihubung-hubungkan dengan tunjangan sertifikasi. Bila tidak
melakukan cap jempol maka tidak akan cair tunjangan sertifikasinya.
Finger print
dapat membantu kepala sekolah meningkatkan kedisiplinan guru dan siswa. Data
yang terekam merupakan input bagi kepala sekolah untuk membuat keputusan dalam
rangka mendisiplinkan warga sekolahnya.
Penulis sangat mengapresiasi usaha
pemerintah (Dinas Pendidikan) dalam meningkatkan kedisiplinan melalui
penggunaan finger print. Demi kebaikan bersama kita harus bekerja on
the track sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Maka dari itu
setelah datang dan sebelum pulang, kepada bapak dan ibu guru kade jempooooll.
Bagusss...
BalasHapushehe siap ndan...
HapusPa Sur, great! Good job brother
BalasHapus