Pelaporan


Bab I
Pendahuluan

1.        Dasar Pemikiran
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Sesuai pendapat Grondlund dan Linn (1990), mengatakan bahwa evaluasi pembelajaran adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secaras sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
Untuk memeperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurement) dan evaluasi (evaluation) kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.
Setelah melaksanakan kegiatan evaluasi baik harian maupun akhir semester, para guru harus melaporkan hasil kegiatannya. Laporan dimaksud bertujuan untuk mengetahui sejauh mana program pembelajaran dapat tercapai. Tingkat ketercapaian program tergambarkan dalam hasil evaluasi yang didapat siswa.

2.        Tujuan
Beberapa tujuan dari laporan ini adalah sebagai berikut:
a.         Mengidentifikasi relevansi antara kisi – kisi dan soal
b.        Mengidentifikasi uji keterbacaan soal
c.         Mengidentifikasi tingkat kesulitan soal

3.        Sasaran
Sasaran penulisan pelaporan ini meliputi kisi – kisi  soal, soal itu sendiri dan analisis butir soal.

4.        Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan pelaporan ini yaitu ruang lingkup evaluasi pembelajaran dalam perspektif domain hasil belajar terutama domain kognitif. Hal ini karena ada keterkaitan dengan kisi – kisi soal yang hanya mencantumkan domain kognitif dari C2 sampai dengan C6.

Bab II
Landasan Teoritis

Pada waktu mengajar, tentu guru sudah berkali-kali memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal yang belum diketahui. Akan tetap pada umumnya mereka itu diam, tidak mau bertanya. Dengan demikian guru beranggapan bahwa siswa-siswa tersebut sudah tahu, walaupun sebenarnya guru itu terkecoh. Problemnya baru terbuka setelah guru memeriksa hasil ulangan. Dari hasil tersebut guru mengetahui bagian-bagian mana dari tujuan pembelajaran yang diberikan di kelas belum tercapai.
Oleh karena itu setelah proses evaluasi, guru harus melakukan kegiatan analisis butir soal untuk mengetahui sampai sejauhmana soal dapat terbaca dengan jelas, apakah terlalu sulit atau terlalu mudah atau perlu direvisi serta untuk mengetahui ketercapaian program sesuai dengan perspektif domain kognitif.
1.        Perspektif  Domain Hasil Belajar Kognitif
Menurut Benjamin S. Bloom, dkk (1956) dalam Sugiyono (2010), hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Setiap domain disusun menjadi beberapa jenjang kemampuan, mulai dari hal yang sederhana sampai hal yang kompleks, mulai dari hal yang mudah sampai hal yang sukar, dan mulai dari hal yang kongkret sampai hal yang abstrak.
Domain kognitif mempunyai enam jenjang kemampuan yaitu, pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
a.         Pengetahuan ( Knowledge) – C1
Merupakan jenjang kemampuan yang menuntut perserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, di antaranya mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi nama, membuat garis besar, menyatakan kembalai, memilih dan menyatakan.
b.        Pemahaman (Comprehension) – C2
Merupakan jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijaarkan menjadi tiga, yakni menterjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi. Kata kerja operasional yang digunakan, diantaranya mengubah, mempertahankan, membedakan, memperkirakan, menjelaskan, menyataakan secara luas, menyimpulkan, member contoh, melukiskan kata-kata sendiri, meramalkan, menuliskan kembali, meningkatkan.
c.         Penerapan (Application) – C3
Penerapan yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara atau metode, prinsip dan teori-teori dalam situasi baru dan konkret. Kata kerja operasional yang digunakan, diantaranya mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti, menjalankan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, menggunakan.
d.        Analisis (Analysis) – C4
Merupakan jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau kelompok pembentuknya. Kemampuan analisis dikelompokkan menjadi tiga, yakni analisis unsur, analisis hubungan, daan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, diantaranya mengurai, membuat diagram, memisah-misahkan, menggambarkan kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan\, memerinci.
e.         Sintesis ( Synthesis) – C5
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan beberapa factor. Hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, diantaranya menggolongkan, memodifikasi, menggabungkan, menghimpun, menciptakan, merencanakan, merekonstruksikan, menyusun, membangkitkan, mengorganisasi, merevisi, menyimpulkan, menceritakan.
f.         Evaluasi (Evaluation) – C6
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan criteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi ini adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga peserta didik mampu mengembangkan criteria atau patokan untuk mengevaluasi sesuatu. Kata operasional yang dapat digunakan, di antaranya menilai, membandingkan, mempertentangkan, mengkritik, membeda-bedakan, mempertimbangkan kebenaran, menyokong, menafsirkan, menduga.
Dengan memperhatikan domain – domain kognitif tersebut di atas, maka dalam penyusunan butir soal mempunyai acuan yang dapat mengarahkan pembuatan butir soal yang baik diawali pembuatan kisi – kisi soal.
2.        Kisi – kisi Soal
Tahap yang paling penting dan mendasar dalam penyusunan soal adalah menetapkan tujuan. Keluaran (output) apa saja yang ingin diuji oleh pendidik terhadap siswanya setelah dalam kurun waktu tertentu pembelajaran berlangsung. Sejauh apa tingkat kemapuan berpikir dan kedalaman belajar yang telah dicapai oleh siswa.
Untuk menghasilkan soal yang dapat mencapai tujuan, pendidik dapat mengacu pada level kecakapan berpikir (domain kognitif) dalam taksonomi Bloom (sebelum revisi), yaitu ingatan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).
Ketika pendidik sudah menentukan tujuan pembelajaran dan level berpikir yang ingin diuji dalam test maka pendidik harus membuat kisi-kisi soal (pemetaan soal/test blue print/spesifikasi test). Kisi-kisi terdiri dari matriks atau chart yang mewakili jumlah butir soal yang ingin Anda test pada masing-masing kompetensi berpikir (KD)  dan level berpikir. Manfaat yang pendidik dapatkan dengan membuat kisi-kisi adalah :
·           mengidentifikasi tujuan pembelajaran yang akan diuji
·           mengidentifikasi kemampuan berpikir yang dapat diuji
·           mengetahui persentase soal per KD
·           memastikan pembobotan soal yang seimbang
·           memastikan bahwa semua KD dan level berpikir telah terwadahi di soal ujian
Berikut contoh kisi-kisi sebagai gambaran sebaran butir soal :
Misalkan ada 40 butir soal dengan sebaran keahlian berpikir yang ingin di uji sebagai berikut :
Domain kognitif yang ingin di uji
Jumlah Soal per KD
Total
Persentase
KD 1
KD 2
KD 3
KD 4
Ingatan (Knowledge)
1
2
1
1
5
12.5%
Pemahaman (Comprehension)
2
1
2
2
7
17.5%
Aplikasi (Application)
4
4
3
4
15
37.5%
Analisis (Analysis)
3
2
3
2
10
25.0%
Sintesis (Synthesis)

1

1
2
5.0%
Evaluasi (Evaluation)


1

1
2.5%
Total Soal per KD
10
10
10
10
40
100%
Persentase Soal per KD
25%
25%
25%
25%
* Setelah kisi-kisi  selesai dirumuskan maka dapat berlanjut ke penulisan soal sesuai dengan apa yang telah ditetapkan
Berdasarkan kisi-kisi di atas, didapatkan pemetaan soal per KD sebesar 25 % berupa 10 butir soal. Level berpikir yang diujikan pada siswa sudah terwadahi. Mulai dari level ingatan sebesar 12.5 %, pemahaman 17.5%, aplikasi 37.5%, analisis 25 %, sintesis 5 % dan evaluasi 2.5 %. Ternyata pada contoh kisi-kisi ini pendidik menitikberatkan pada level berpikir aplikasi yang dituangkan kedalam 15 butir soal. Persentase ini perlu disesuaikan dengan jenis materi yang sedang diujikan. Ada materi yang memang memerlukan penitikberatan pada hafalan (ingatan) dan ada pula yang menitikberatkan pada level lainnya.
Pemetaan soal seperti ini sangat penting dalam penyusunan soal Pilihan Ganda (PG). Sering sekali soal PG dianggap mudah dan tidak mendidik karena hanya menguji hafalan siswa saja tanpa menggali pemahaman belajarnya. Terlebih lagi siswa bisa asal menebak pilihan jawaban yang diberikan.
Penyusunan soal PG yang benar dan efektif akan menghasilkan penilaian yang berkualitas. Pendidik justru akan lebih tertantang untuk membuat soal PG dibandingkan soal uraian karena ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Diharapkan dengan membuat kisi-kisi seperti contoh di atas akan tersusun soal PG yang berkualitas dan mampu menggambarkan tingat pencapaian belajar siswa sebenarnya.
3.        Analisis Butir Soal
Butir soal yang baik akan diperoleh melalui analisis butir soal seperti tingkat kesulitan dan daya pembeda secara teoritik dan empirik. Untuk melakukan hal tersebut diperlukan pengetahuan yang cukup tentang konsep analisis butir soal, baik secara klasik maupun modern.
Analisis soal pada dasarnya terbagi menjadi dua kategori yaitu analisis soal secara kualitatif dan secara kuantitatif.
A.    Analisis secara kualitatif
Analisis secara kualitatif dilakukan dengan melakukan penelaahan terhadap setiap butir soal dari aspek materi, konstruksi dan bahasa. Aspek materi yang ditelaah berkaitan dengan substansi keilmuan yang ditanyakan dalam butir tes serta tingkat kemampuan yang sesuai dengan tes. Analisis konstruksi dimaksudkan untuk melihat hal-hal yang berkaitan dengan kaidah penulisan tes. Analisis bahasa dimaksudkan untuk menelaah tes berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Telaah secara kualitatif dilakukan oleh tiga orang yang memiliki kompetensi sesuai dengan aspek materi konstruksi dan bahasa. Setiap penelaah melakukan analisis terhadap setiap butir soal berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dengan menuliskan huruf “Y” jika butir sesuai dengan kriteria dan huruf “T” jika butir tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Hasil telaah kemudian dirangkum untuk selanjutnya ditentukan kualitas butir secara teoretis dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
1)      Butir tes yang baik yaitu butir yang memenuhi semua kriteria yang telah ditentukan.
2)      Butir tes yang kurang baik yaitu butir yang hanya memenuhi sebanyak-banyaknya 3 kriteria aspek konstruksi serta 1 kriteria aspek materi dan bahasa.
3)      Butir tes yang tidak baik yaitu butir yang tidak memenuhi semua kriteria yang telah ditetapkan pada aspek materi 1 dan 3, atau lebih dari 3 untuk aspek konstruksi serta lebih dari 1 kriteria pada aspek bahasa.
Dari rangkuman hasil telaah kualitatif selanjutnya dapat ditentukan butir mana yang sudah atau belum memenuhi kriteria pada aspek materi, konstruksi dan bahasa. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan tentang butir yang baik dan tidak baik.
Berikut contoh check list analisis kualitatif:
a)      Materi
1)        Tes sesuai indikator
2)        Pilihan jawab homogen dan logis
3)        Hanya ada satu kunci jawaban yang tepat
b)  Konstruksi
1)        Pokok tes dirumuskun secara singkat dan jelas
2)        Rumusan pokok tes dan pilihan jawaban
3)        Pokok tes tidak memberi petunjuk ke kunci jawaban
4)        Pokok tes bebas dari pernyataan yang bersifat negatif ganda
5)        Gambar/grafik/table diagram dan sejenisnya jelas berfungsi
6)        Panjang rumusan jawaban relatif
7)        Pilihan jawaban tidak menggunakan pernyataan "semua jawaban di atas salah" atau "semua jawaban di atas benar".
8)        Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu disusun berdasarkan urutan besar kecilnya angka atau kronologis
9)        Butir tes tidak tergantung pada jawaban sebelumnya
c)      Bahasa
1)      tes menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
2)      tes menggunakan bahasa yang komunikatif
3)      tes tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat
4)      pilihan jawaban tidak mengulang kata/kelompok kata yang sama yang bukan merupakan satu kesatuan
B.     Analisis butir soal secara kuantitatif.
Analisis butir soal secara kuantitatif menekankan pada analisis karakteristik internal tes melalui data yang diperoleh secara empirik. Karakteristik internal yang dimaksud meliputi parameter butir soal tingkat kesukaran dan daya pembeda soal.
Analisis tingkat kesukaran soal artinya mengkaji soal-soal tes dari tingkat kesulitannya sehingga diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah, sedang dan sukar. Sedangkan analisis daya pembeda artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesanggupan tes tersebut dalam membedakan siswa yang memiliki kemampuan rendah dengan siswa yang memiliki kemampuan tinggi. 
Kegiatan menganalisis butir soal merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan mutu soal yang telah ditulis. Kegiatan ini merupakan proses pengumpulan, peringkasan, dan penggunaan informasi dari jawaban siswa untuk membuat keputusan tentang setiap penilaian. Soal yang bermutu adalah soal yang dapat memberikan informasi setepat-tepatnya sesuai dengan tujuannya di antaranya dapat menentukan peserta didik mana yang sudah atau belum menguasai materi yang diajarkan guru.
Tujuan menganalisis butir soal adalah :
1.        Untuk mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sebelum soal digunakan.
2.      Untuk membantu meningkatkan tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif, serta untuk mengetahui informasi diagnostik pada siswa apakah mereka sudah/belum memahami materi yang telah diajarkan.
Manfaat dari kegiatan menganalisis butir soal, diantaranya adalah:
1.        Dapat membantu para pengguna tes dalam evaluasi atas tes yang digunakan,
2.        Sangat relevan bagi penyusunan tes informal dan lokal seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa dikelas,
3.        Mendukung penulisan butir soal yang efektif,
4.        Secara materi dapat memperbaiki tes di kelas,
5.        Meningkatkan validitas soal dan reliabilitas
6.        Menentukan apakah suatu fungsi butir soal sesuai dengan yang diharapkan,
7.        Memberi masukan kepada siswa tentang kemampuan dan sebagai dasar untuk bahan diskusi di kelas,
8.        Memberi masukan kepada guru tentang kesulitan siswa,
9.        Memberi masukan pada aspek tertentu untuk pengembangan kurikulum,
10.    Merevisi materi yang dinilai atau diukur,
11.    Meningkatkan keterampilan penulisan soal
Untuk menganalisis secara kuantitatif, terutama untuk jenis soal (1). Gabungan antara soal pilihan ganda dan Uraian, atau (2) soal uraian saja, maka dalam proses penghitungannya kita dapat menggunakan kalkulator, atau memanfaatkan kelebihan dari program computer. Program computer yang sudah dikenal secara umum, seperti  EXCEL, SPSS, atau program khusus seperti ITEMAN, RASCAL, ASCAL, BILOG, FACETS tentunya dapat kita manfaatkan sebesar-besarnya.
C.     Analisis Tingkat kesukaran
Perhitungan tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar derajat kesukaran suatu soal. Jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran seimbang ( proporsional), maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik. Suatu soal tes hendaknya tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah.
1.      Menghitung Tingkat Kesukaran
Untuk menghitung tingkat kesukaran soal bentuk obyektif dapat menggunakan cara berikut:
Rumus Tingkat Kesukaran:   
            (WL + WH)
TK =                               X 100%
            (nL + nH)

Keterangan :
WL = jumlah peserta didik yang menjawab salah dari kelompok bawah
WH = jumlah peserta didik yang menjawab salah dari kelompok atas
nL = jumlah kelompok bawah
nH = jumlah kelompok atas
sebelum menggunakan rumus di atas, harus ditempuh terlebih dahulu langkah-langkah sebagai berikut:
a)        Menyusun lembar jawaban peserta didik dari skor tertinggi sampai skor terendah.
b)        Mengambil 27 % lembar jawaban dari atas yang selanjutnya disebut kelompok atas (higher group), dan 27% lembar jawaban dari bawah yang selanjutnya disebut kelompok bawah (lower group). Sisa sebanyak 46% disisihkan.
c)        Membuat table untuk mengetahui jawaban benar atau salah dari setiap peserta didik, baik dari kelompok atas maupun kelompok bawah. Jika jawaban peserta didik benar diberi tanda 1 (satu), sebaliknya jika jawaban salah diberi tanda 0 (nol).
D.    Analisis Daya Pembeda
Perhitungan daya pembeda adalah pengukuran sejauhmana suatu butir soal mampu membedakan peserta didik yang sudah menguasai kompetensi dengan peserta didik yang belum atau kurang mampu menguasai kompetensi berdasarkan criteria tertentu. Semakin tinggi kooefisien daya pembeda suatu butir soal semakin mampu butir soal tersebut membedakan antara peserta didik yang menguasai kompetensi dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi. Untuk menghitung daya pembeda setiap butir soal dapat digunakan rumus sebagai berikut:
            (WL – WH)
DP =
                     n
Keterangan:
DP  = Daya Pembeda
WL = jumlah peserta didik yang gagal dari kelompok bawah
WH = jumlah peserta didik yang gagal dari kelompok atas
n      = 27% X N
4.      Hasil Belajar
Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung 3 unsur yang dapat dibedakan yakni tujuan pengajaran (instructional), pengalaman (proses) belajar mengajar, dan hasil belajar. Kegiatan penilaian merupakan suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauhmana tujuan – tujuan instruksional telah dapat dicapai atau dikuasai oleh siswa atau peserta didik dalam bentuk hasil belajar yang diperlihatkannya setelah mereka menempuh pengalaman belajarnya (proses belajar mengajar).
Penilaian hasil belajar adalah suatu proses pemberian nilai terhadap hasil – hasil belajar yang dicapai peserta didik dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa obyek yang dinilainya adalah hasil belajar peserta didik. Hasil belajar peserta didik pada dasarnya merupakan perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas meliputi bidang kognitif, afektif dan psikomotoris. Oleh karena itu dalam penilaian hasil belajar, peranan dan tujuan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai peserta didik menjadi usur penting sebagai dasar dan acuan penilaian.
 


Bab III
Perancangan dan Pelaksanaan Evaluasi
A.      Perancangan Evaluasi
Evaluasi atau tes yang dilaksananakan, dirancang dengan membuat kisi - kisi  soal terlebih dahulu. Kisi – kisi ini memuat rumusan Identitas, SK / KD ( dalam hal ini Kompetensi Lulusan ), Indikator Soal,  Materi, Nomor Soal, Rumusan Soal, dan Kunci Jawaban. Sebelum diujicobakan, rancangan soal yang telah dibuat didiskusikan bersama teman – teman guru di SMP Negeri 9 Sumedang dengan harapan ada masukan untuk merevisi rancangan tersebut.
Kisi – kisi yang penulis susun dalam bentuk kartu soal sehingga dapat dilihat keterkaitan antara materi, indicator,  dan soal dalam satu lembar. Namun mengingat banyaknya kartu soal, maka penulis sertakan dalam lampiran.
B.       Pelaksanaan Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan pada tanggal 15  Agustus 2011 sebagai uji coba terhadap rumusan soal yang telah dirancang dalam kisi – kisi. Pelaksanaan tes ini bukan untuk mengukur keberhasilan siswa terhadap pembelajaran akan tetapi hanya sebagai uji coba untuk mengukur tingkat kesulitan soal serta menguji apakah soal tersebut layak digunakan untuk pelaksanaan tes nanti atau harus perlu direvisi.
Kelas yang digunakan untuk menguji soal tersebut yaitu kelas IX B. Kelas ini diambil karena siswa yang ada dalam kelas ini heterogen dalam arti tingkat kesiapan dari siswa yang bermacam – macam, ada yang siap ada juga yang belum siap, sehingga penulis beranggapan sangat cocok untuk mengadakan uji coba melakukan tes di kelas ini.
Bab IV
Hasil dan Analisis Pembelajaran

A.      Hasil Pembelajaran
Kelas IX B yang menjadi sampel melakukan uji coba soal berjumlah 36 siswa terdiri dari laki-laki 16 siswa daan perempuan 20 siswa. Setelah melakukan tes didapat nilai tertinggi 8,4 dan nilai terendah 3,8 dengan nilai rata – rata 5,8. Dilihat dari KKM yang tercantum nilai ini masih kurang dan perlu diadakan remedial, namun dengan tes dilakukan secara mendadak dalam arti tidak diumumkan sebelumnya, maka nilai ini masih dianggap wajar, karena bukan nilai yang diambil akan tetapi menguji coba soal untuk dipergunakan pada waktu try out menjelang ujian nasional nanti.
Dengan adanya uji coba soal ini diharapkan tingkat keterbacaan soal, dalam arti siswa dapat mengerti maksud soal, siswa dapat memahami dengan seksama  pada akhirnya nanti siswa dapat mengerjakan soal ujian nasional sesungguhnya dengan baik. Sehingga penulis menekankan kepada siswa walaupun mengerjakan soal secara mendadak tidak diberitahu sebelumnya, tapi ini tidak mempengaruhi nilai berapapun mereka mendapat nilai. Pada akhirnya mereka bersungguh – sungguh mengerjakan soal walaupun dalam keadaan sedang melaksanakan ibadah puasa.
B.       Analisis Pembelajaran
Setelah hasil pembelajaran sudah didapat, maka dilakukan analisis terhadap butir soal. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaran dan daya pembeda, didapat hasil seperti yang tercantum dalam lampiran Analisis Butir Soal.
Secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut:
Dari jumlah siswa sebanyak 36 orang diambil 27% siswa dengan mendapatkan skor tertinggi dan 27% siswa dengan mendapatkan skor terendah. Dengan demikian 27% X 36 = 9,72 dibulatkan jadi 10, maka didapat 10 siswa kelompok atas dan 10 siswa kelompok bawah.
Setelah dilakukan analisis butir soal mengenai tingkat kesukaran dan daya pembeda, diperoleh hasil sebagai berikut:
1)        Diperoleh soal mudah sebanyak 5 buah soal.
2)        Diperoleh soal sedang sebanyak 44 buah soal.
3)        Diperoleh soal sukar sebanyak 1 buah soal.
4)        Diperoleh soal ditolak / drop sebanyak 8 buah soal.
5)        Diperoleh soal diterima dengan revisi sebanyak 12 buah soal.
6)        Diperoleh soal diterima sebanyak 30 buah soal.

 
Bab V
Kesimpulan dan Saran

A.      Kesimpulan
Kebiasaan membuat laporan setelah melaksanakan evaluasi baik berupa ulangan harian maupun ulangan akhir semester sangat penting dilakukan. Hal ini karena laporan hasil ulangan dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya. Setelah melaksanakan uji coba yang dilakukan di Kelas IX B dapat diambil kesimpulan yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1.        Terdapat keterkaitan antara kisi – kisi dengan soal yang dibuat, terlihat dari format kisi – kisi menggunakan kartu soal sehingga dengan jelas terlihat kaitan antara materi, indicator dan soal.
2.        Sebagian siswa dapat memahami dengan jelas isi dari soal sehingga tingkat keterbacaan soal sangat baik. Kesalahan penafsiran dalam menjawab soal dikarenakan siswa masih kurang mampu menguasai kosa kata yang ada.
3.        Dari hasil uji coba yang dilaksanakan, sebagian besar soal mempunyai tingkat kesukaran sedang sebayak 44 soal, mudah 5 soal dan sukar 1 soal.
B.       Saran
Saran – saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:
1.        Untuk penulis
Melaksanakan analisis butir soal setelah evaluasi merupakan sesuatu yang harus sering dilakukan agar terbiasa dalam menentukan soal mana yang akan dipakai pada pelaksanaan berikutnya. Di samping untuk melatih komptensi guru dalam menganalisis butir soal,  juga untuk membuat bank soal.
2.        Untuk sekolah
Alangkah lebih baik sekolah menganjurkan bahkan mengharuskan kepada setiap guru yang telah melaksanakan evaluasi untuk menganalisis butir soal untuk mengetahui tingkat kesukaran dari soal tersebut dan juga untuk mengetahui daya pembeda soal tersebut. Bahkan berbagai reward perlu disiapkan untuk memotivasi agar guru melaksanakan analisis.
3.        Untuk Perguruan Tinggi
Pelaksanaan analisis butir soal di sekolah perlu mendapat bimbingan dan arahan dari para dosen pembina. Hal ini karena masih banyak mahasiswa yang belum paham benar cara menganalisis butir soal karena mahasiswa berasal dari berbagai latar belakang disiplin ilmu yang berbeda. Untuk itu penulis mengharapkan berbagai acuan dan motivasi dari dosen pembina agar guru (mahasiswa) dapat terus melakukan analisis setalah melaksanakan evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA


Arikunto,Suharsimi. (2010). Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara.
Arifin, Zainal. (2011). Evaluasi Pembelajaran. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Astra, I Made & Alrasi, Asep Saefulloh. (2010). Pengaruh Pengorganisasian Materi Fisika Menggunakan Analisis Instruksional Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Jakarta: Jurnal Teknodik Kemdiknas Vol. XIV No. 1 Juni 2010
Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Supriyanto http://supriyanto1985.wordpress.com/2009/09/15/program-analisis-butir-soal-secara-kuantitatif-dengan-memanfaatkan-excel-2007-2/



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misfalah 710

Tugas 3 dan 4

PTI Pertemuan 8 - 9